Oleh : H. Syamsul Balda, SE, MM, MBA.
Kaum Muslimin, jama'ah shalat 'Iedul Adhha, yang dimuliakan
Allah,
Hari ini adalah hari 'Id, hari untuk bertakbir dan
mengagungkan asma
Allah.
Kaum Muslimin yang berbahagia,
Dengan takbir kita menghiasi hari 'Id ini, dengan takbir
pula kita
memulai shalat, adzan, iqamat, peperangan, dan segala
aktivitas
kehidupan. Saat memulai shalat kita mengucapkan Allahu
Akbar. Saat
menyembelih hewan qurban
kita mengucapkan Bismillahi Allahu Akbar. Kita
senantiasa bertahlil, bertakbir, dan bertahmid, serta
menjadikan syiar
kita adalah takbir: Allahu Akbar.
Dengan kalimat ini kita bisa menggetarkan sanubari musuh di
medan
peperangan. Dengan kalimat ini pula kita mengobarkan
semangat kaum
muslimin untuk berjuang melawan segala bentuk kezhaliman.
Pada waktu
perang Badar, kaum muslimin meraih kemenangan gilang
gemilang, karena
syiar mereka adalah Allahu Akbar. Pada perang Ain Jalut,
syiar kaum
muslimin juga Allahu Akbar. Setiap kemenangan yang diraih di
medan juang
selalu dikobarkan oleh kalimat Allahu Akbar.
Jama'ah Shalat 'Iedul Adhha yang dicintai Allah,
Hari ini, berjuta-juta hamba Allah menanggalkan segala tanda
kebesaran,
melepaskan segala atribut kebanggaan, menggantikannya dengan
pakaian
kesederhanaan. Hari ini, berjuta-juta umat Muhammad
Rasulullah saw
membanjiri lapangan-lapangan, masjid-masjid untuk mengingat,
menyebut
dan mengagungkan asma Allah, seraya mengenang sejarah abadi
hamba-hamba
Allah yang mukhlis, yang menyerahkan seluruh hidup mereka
kepada Allah
'Azza wa Jalla. Hilang semua tabir penghalang, runtuh
seluruh tembok
pemisah. Si Kaya dan si Miskin, kulit putih dan kulit
berwarna, Barat
dan Timur, pejabat dan rakyat, suku dan bangsa apa saja,
semua menyatu
dalam kalimat Allahu Akbar. Semua bergegas memenuhi
panggilan Yang Maha
Besar:
"Kupenuhi panggilan-Mu, Yaa Allah, kupenuhi
panggilan-Mu. Kupenuhi
panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Kupenuhi
panggilan-Mu. Sungguh,
segala pujian dan kenikmatan adalah milik-Mu, dan seluruh
Kekuasaan
(adalah milik-Mu pula). Tidak ada sekutu bagi-Mu."
Jama'ah shalat 'Id yang dimuliakan Allah,
Hari ini kita mendengar dan menyaksikan, sebagian kaum
muslimin tidak
dapat mengucapkan kalimat talbiyyah di tanah Haram. Tidak
dapat
mengucapkan takbir, tahlil dan tahmid dengan tenang. Bahkan
bertahun-tahun mereka harus mengucapkan dengan caranya yang
khas, karena
kondisi mereka yang tidak memungkinkan. Itulah
saudara-saudara kita yang
kini tengah berjihad memperjuangkan eksistensi kehidupannya
dari ancaman
kezhaliman kaum kuffar, mempertahankan nyawa, harta,
keluarga, dan tanah
tempat mereka bersujud kepada Allah di bumi Palestina,
Chechnya,
Kashmir, bahkan di Ambon dan Maluku, di bumi Indonesia,
tanahair kita
sendiri yang mayoritas penduduknya Muslim.
Mereka tidak dapat thawaf dan berlari-lari kecil di Mas'a,
tetapi
justru berlarian
panjang menyelamatkan diri dari kejaran musuh yang
akan membantainya. Mereka tidak bisa membangun kemah di Mina
dan Arafah,
tetapi mendirikan kemah-kemah darurat di kamp-kamp
pengungsian. Mereka
tidak dapat melontar jumrah di Mudzalifah, tetapi bahkan
dilempari batu
dan dihujani tombak. Mereka tidak mampu menyembelih hewan
qurban, tetapi
justru menjadi korban pembantaian yang sadis, biadab dan tak
berperi
kemanusiaan. Mereka bukannya mengucurkan darah hewan
kambing, sapi, atau
kerbau, tetapi mereka harus menumpahkan darah dan
menyerahkan nyawa
anak, isteri dan dirinya sendiri sebagai tebusan atas tempat
sujud
mereka.
Dan di sini, di lapangan ini, kita hanya bisa terpana tanpa
melakukan
apa-apa. Kita hanya bisa mengurut dada dan berdo'a tanpa ada
tindakan
nyata. Kita hanya bisa berharap tanpa memiliki kejelasan
sikap.
Sementara, dari hari ke hari, jam ke jam, menit ke menit
nyawa mereka
terancam melayang. Ya Allah, yang Maha Pengampun, ampunilah
hamba-hambamu ini yang telah berdiam diri menyaksikan
kezhaliman.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam tiga tahun terakhir hingga saat ini, kita tengah
mengalami
musibah nasional. Perekonomian negara kita telah memasuki
suatu fase
yang sangat tidak stabil dan masa depan yang sama sekali
tidak menentu.
Setelah mengalami masa sulit karena tingginya tingkat
inflasi, ekonomi
Indonesia kembali mengalami resesi yang mendalam, tingkat
pengangguran
yang parah, ditambah tingginya tingkat suku bunga riil serta
fluktuasi
nilai tukar yang tidak sehat, menyusul ulah raksasa spekulan
valuta
asing, George Soros, seorang tokoh Yahudi Amerika, yang
telah
menyebabkan anjloknya nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar
Amerika. Dampaknya tentu saja kehancuran sendi-sendi
perekonomian negara
kita. Puluhan proyek-proyek raksasa terpaksa mengalami
penjadwalan
ulang, ratusan pengusaha gulung tikar, harga-harga barang
dan jasa
termasuk barang-barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan
tak
terkendali. Pasar modal mengalami keterpurukan yang belum
pernah terjadi
dalam sejarah. Kehidupan rakyat kecil bertambah sulit, biaya
hidup
semakin tinggi, jutaan buruh di PHK dan di'rumah'kan,
harga-harga bahan
kebutuhan pokok semakin tak terjangkau, mahasiswa dan
pelajar tidak bisa
melanjutkan studinya karena tak mampu lagi membayar biaya
pendidikan
yang melonjak.
Meskipun proses penanggulangan dan penyembuhan dari
penyakit-penyakit
itu kini sedang berlangsung, namun berbagai ketidak pastian
masih saja
membayang-bayangi. Tingkat suku bunga semakin tinggi dan
diduga akan
terus membumbung, memperkuat kekhawatiran akan gagalnya
proses
penyembuhan di atas. Krisis tersebut semakin memprihatinkan
karena
adanya kemiskinan ekstrim dan berbagai bentuk ketidak adilan
sosio-ekonomi, yang melahirkan gejolak sosial politik, besarnya defisit
neraca pembayaran, dan ketidak mampuan negara kita untuk
membayar
kembali hutang-hutang Luar Negeri. Belum lagi ketidak
stabilan situasi
politik nasional, akibat ketidak jelasan visi dan
kebijakan-kebijakan
politik ekonomi pemerintah.
Sungguh, peristiwa ini adalah murni kesalahan manusia.
Betapa tidak.
Indonesia, negeri yang kaya raya, hampir semua sumber daya
alam dunia
ada di dalamnya, tetapi terpuruk dalam kubangan musibah yang
melumpuhkan. Keadaan ini tidak bisa dilepaskan akibat
banyaknya
penyimpangan yang dilakukan bangsa ini terhadap ketentuan
dan aturan
Allah swt.; bahkan juga terhadap aturan yang dibuatnya
sendiri.
Penyimpangan moral, korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi
pemandangan
sehari-hari. Sungguh, dekadensi dan krisis akhlak ini telah
menyerang
dan menggerogoti seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Para pemimpin
negara dan pejabat pemerintahan yang seharusnya memberi
teladan yang
baik kepada rakyatnya dalam memberantas penyakit-penyakit
moral tadi,
justru terlibat dalam penyebaran virus ganas tersebut. Kita
memang
membutuhkan sosok pemimpin ideal. Pemimpin yang mampu
menjadi uswah
hasanah dalam kehidupannya sehari-hari, dan membimbing kita
keluar dari
krisis yang berkepanjangan ini.
Jama'ah shalat Iedul Adha yang dimuliakan Allah,
Hari ini adalah hari Raya 'Idul Adha, atau Hari Raya Haji.
Hari yang
dijadikan Allah swt sebagai momentum untuk mengingatkan kita
pada kisah
seorang tokoh besar dan menyejarah: Nabi Ibrahim as. Ia
adalah sosok
pemimpin teladan, pemimpin umat manusia dan kemanusiaan.
Prosesi ritual
haji yang harus diikuti oleh setiap jama'ah haji, adalah
sebuah "napak
tilas" yang akan mengungkap keteladanan pribadi Nabi
Ibrahim as. Ka'bah,
thawaf, sa'i, sumur zam-zam, qurban, jumrah; semuanya
menjadi monumen
dan saksi sepanjang sejarah umat manusia tentang perjuangan
seorang
hamba Allah, Ibrahim as beserta keluarganya, dalam
mengarungi samudera
kehidupan yang penuh ujian dan cobaan, menggapai kemuliaan,
dan
menegakkan nilai-nilai Tauhid.
Kesabaran, ketegaran, dan keberhasilannya dalam menghadapi
ujian
>kehidupan, mengantarkannya menjadi pribadi mulia yang
dianugerahi Allah
swt dengan berbagai gelar istimewa. Al-Qur'an mengabadikan
gelar-gelar
tersebut, seperti: Ulul-'Azmi (QS. Al-Ahqaf:35), Nabi yang
Siddiq (QS.
Maryam:41), Tokoh yang Hanif (QS. An-Nahl:120), Kekasih
Allah (QS.
An-Nisa':125), Pemulia Tamu (QS. Adz-Dzariyat:24-28),
Teladan Terbaik
(QS. Al-Mumtahanah:4), Si Jenius (QS. Al-Anbiya':63),
Pelopor pembangun
Rumah Ibadah (QS. Ali Imran:96), Satu-satunya manusia yang
disebut Umat
(QS. An-Nahl:120), Teladan dalam berkorban (QS.
Ash-Shaffat:104-107).
Dan yang terakhir adalah penganugerahan gelar bagi Ibrahim
as sebagai
Pemimpin Ummat Manusia.
"Dan (ingatlah)
ketika Ibrahim diuji Rabb-nya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah
berfirman:
"Sesungguhnya Aku
akan menjadikanmu Imam bagi seluruh manusia." (QS.
Al-Baqarah:124)?
Marilah kita telaah, apa yang menjadi rahasia kelebihan
Ibrahim as,
hingga beliau diangkat Allah swt sebagai Pemimpin umat
manusia? Dan
seluruh orang yang beriman setelahnya, termasuk Rasulullah
Muhammad saw,
diperintahkan Allah untuk menjadikannya sebagai uswah dan qudwah
hasanah?
Jama'ah shalat 'Id yang dimuliakan Allah,
Inilah beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari pribadi
beliau,
agar kita mampu mengarungi gelombang kehidupan dengan
selamat, agar kita
senantiasa terjaga dalam meniti jalan kemuliaan, agar kita
lolos dan
lulus menghadapi krisis multi dimensional ini.
Pertama: Bersih dalam
Bertauhid.
Ibrahim as berhasil mengenal Tuhannya setelah melalui proses
pencarian
-dengan mengoptimalkan aspek intelektual dan spiritual- yang
tak
mengenal lelah. Hingga akhirnya ia berhasil mendapatkan
jawaban yang
mampu meyakinkannya dan membuatnya qana'ah. Kemudian ia
mengukuhkan
tekadnya untuk memberikan komitmen dan loyalitasnya hanya
kepada Dzat
yang menciptakan dunia (langit dan bumi), yang selama ini
menjadi
sesembahan (di-tuhan-kan) kebanyakan manusia.
"Sungguh, akan kuhadapkan seluruh orientasiku hanya
kepada Dzat
pencipta langit dan bumi, dengan lurus. Dan aku bukan
termasuk golongan
orang-orang musyrik." (QS. Al-An'am:79).
Sejak itu, ia sampaikan risalah Tauhid ini kepada seluruh
kaumnya
dengan bijak dan cerdas. Ia da'wahi kaumnya untuk
meninggalkan tradisi
penyembahan berhala, suatu kultur paganistik yang irrasional
dan tidak
logis, yang menyebabkan kaumnya terjerembab ke dalam
kubangan jahiliyah.
Ia berda'wah dengan menggunakan pendekatan dialogis dan
ilmiah untuk
menyadarkan kaumnya dari sikap dan perilaku bodohnya.
Bahkan, ketika ia
hancurkan berhala-berhala itu pun dalam rangka 'shock
therapy' guna
membangkitkan kesadaran intelektualitas umatnya.
Tetapi, upayanya itu ditentang hebat oleh kaumnya dan juga
orangtuanya
sendiri yang kebetulan seorang aktivis penyembah berhala.
Bahkan
akhirnya, ia harus berhadapan dengan rezim penguasa yang tiranik, yaitu
Raja Namrud. Penguasa tersebut menghendaki agar ia
menghentikan usahanya
melakukan reformasi total dalam ideologi dan sistem
kebangsaan dan
kenegaraan. Tetapi Ibrahim tidak mau berkompromi sedikitpun,
walaupun ia
diiming-imingi tawaran yang menggiurkan berupa jabatan dan
harta, karena
ia berkeyakinan bahwa agenda reformasi yang tengah
diperjuangkannya ini
adalah amanah suci dari Tuhannya. Meskipun akhirnya ia
divonis mati oleh
sang penguasa zhalim melalui pengadilan yang direkayasa,
dengan tuduhan
telah mengganggu stabilitas politik nasional, merongrong
kewibawaan
penguasa, dan berusaha mengubah atau mengganti Undang-undang
Dasar
Negara yang sah. Hukumannya berupa: Dibakar hidup-hidup!
"Sungguh, kalian
harus menjadikan Ibrahim dan juga pengikutnya sebagai
uswah hasanah. Mereka berkata kepada kaumnya, "Sungguh,
kami berlepas
diri dari kalian dan dari sistem peribadatan kalian yang
bukan dari
Allah. Kami menolak (ajakan) kalian. Meskipun, kalian akan
memusuhi dan
membenci kami selamanya. Sampai kalian beriman hanya kepada
Allah saja!"
(QS. Al-Mumtahanah:4).
"Dan Ibrahim juga berkata kepada orangtua dan kaumnya,
"Sungguh, aku
berlepas diri dari sistem peribadatan kalian." (QS.
Ash-Shafat:26).
Kedua: Membangun Rumah Tangga Da'wah.
Ibrahim sadar bahwa ia tengah membawa misi yang berat dan
membutuhkan
banyak pengorbanan. Oleh karena itu, keluarganya sebagai
basis
perjuangannya harus ia kondisikan dan ia bina agar menjadi
pendukung dan
penerus misi da'wahnya.
Ketika kebanyakan manusia berlomba membangun rumah mewah
untuk
kediamannya, membangun kekuasaan untuk menundukkan
lawan-lawan
politiknya, membangun kerajaan ekonomi untuk mengumpulkan
harta
sebanyak-banyaknya, membangun prestise untuk prestasi sosial
dan
popularitas, demi alasan membahagiakan keluarganya; Ibrahim
as lebih
memilih membangun aqidah dan akhlak keluarganya demi
keselamatan dan
kebahagiaan sejati mereka di dunia dan di akhirat kelak. Ia
men-tarbiyah, mendidik dan membina isteri dan anak-anaknya
dengan
nilai-nilai Islam. Ia berharap anak keturunannya menjadi orang-orang
shalih yang selalu mendirikan shalat. Ia mendambakan rumah tangganya
menjadi markaz da'wah. Itulah obsesinya, obsesi seorang
pemimpin
teladan, yang tercermin dalam lantunan do'anya:
"Wahai Tuhan kami, jadikanlah aku dan keturunanku
orang-orang yang
selalu mendirikan shalat." (QS. Ibrahim:40).
Demikianlah, Allah pun mengabulkan do'anya. Dari
pernikahannya dengan
Sarah, lahirlah Ishaq yang kemudian menjadi Nabi. Dari Ishaq
lahirlah
Nabi-Nabi dari kalangan Bani Israil, seperti Nabi Ya'kub,
Nabi Yusuf,
Nabi Musa, Nabi Yahya, Nabi Zakaria, dan nabi Isa as.
Sementara, dari
pernikahannya dengan Hajar, lahirlah Isma'il yang menjadi
kemudian Nabi
yang terkenal bijaksana, dan selanjutnya dari keturunan
Ismail as
lahirlah Nabi Besar Muhammad saw., penutup para Nabi dan
Rasul.
Ibrahim as merasa sangat berbahagia ketika anak cucunya
menjadi
rang-orang shalih. Ketika wafat, beliau tidak mewariskan
harta maupun
deposito untuk anak-anaknya. Tetapi ia mewariskan kekayaan
yang tiada
Ternilai harganya, yaitu: Iman dan taqwa.
Ketiga: Menjaga Keikhlasan dan Ketaatan
Ibrahim as juga memahami bahwa perjalanan da'wah yang tengah
dijalaninya adalah sebuah perjalanan yang panjang dan sulit.
Ia
berkelok-kelok, adakalanya menanjak terjal dan adakalanya
menurun curam.
Sementara di kanan kirinya semak berduri yang di baliknya
ada binatang
buas atau jurang yang menganga. Ia juga sadar dan faham,
bahwa tanpa
keikhlasan dan komitmen ketaatan kepada Allah dalam
menjalankan tugas
da'wah ini, ia tidak akan pernah mampu meraih tujuan yang
sebenarnya.
Dan Allah memang mengujinya dengan berbagai tugas dan
masalah berat
yang harus selesaikannya, juga memberikan rambu-rambu
larangan yang tak
boleh dilanggarnya. Demikian berat ujian tersebut, yang
dalam ukuran
atau perhitungan manusia mungkin dinilai tidak masuk di
akal. Bagaimana
tidak, dalam menguji kadar keimanan dan ketaatan serta
keikhlasannya
dalam mengabdi kepada Allah swt, Ibrahim diperintahkan untuk pergi
meninggalkan isteri dan anaknya yang baru saja dilahirkan,
di daerah
gurun pasir yang sangat panas dan tandus seorang diri,
untuk
berda'wah ke negeri yang jauh, dalam waktu yang sangat lama.
Sehingga
isterinya, Hajar, pun bertanya dengan nada sedih,
"Kemana kanda akan
pergi? Mengapa kanda meninggalkan kami di sini, di daerah
gurun yang
tiada air dan pepohonan? Ibrahim hanya mampu menatap
isterinya, lidahnya
kelu. Melihat raut wajah suaminya, sang isteri langsung
faham, kemudian
bertanya lagi, "Apakah ini semua perintah Allah?"
Ibrahim menjawab,
"Benar". Akhirnya, dengan mantap isteri yang
shalihah tadi berkata
sembari memberi dukungan moril pada suaminya, "Kalau
demikian,
berangkatlah kanda. Allah pasti tidak akan menyia-nyiakan
aku!"
Allahu Akbar!
Inilah prototype rumah tangga Islami yang ideal. Sang suami
seorang
yang shalih yang selalu taat dan ikhlas dalam menjalankan
perintah
Allah, dan sang isteri serang wanita shalihah yang selalu
memberikan
dukungan moril terhadap aktivitas da'wah suaminya.
Bandingkanlah dengan rumah tangga modern sekarang ini.
Kebanyakan suami
menghabiskan waktu, tenaga dan fikirannya untuk mengejar
karir duniawi
semata, hingga melupakan kewajibannya sebagai hamba Allah.
Sementara
sang isteri sibuk merongrong suaminya agar terus menumpuk
kekayaan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang serba glamour.
Keempat: Memiliki Semangat Berkorban yang Tinggi.
Beberapa tahun kemudian, Ibrahim kembali dari perjalanan
da'wahnya. Dan
ternyata ujian lain telah menunggunya. Ia diperintah Allah
untuk
menyembelih anaknya! Inilah puncak ujian Allah swt
terhadapnya, setelah
rentetan ujian bertubi-tubi harus ia hadapi. Hampir saja ia
tidak
mempercayai jenis perintah tersebut. Baginya, Isma'il,
anaknya, adalah
harta yang tak ternilai harganya. Apalagi puteranya itu
lahir setelah
puluhan tahun ia mengarungi kehidupan berumah tangga tidak
juga
dikaruniai anak. Setelah memohon kepada Allah dalam
do'a-do'anya yang
tak mengenal putus asa, akhirnya permintaannya dikabulkan.
Itu pun
ketika ia telah berusia 90 tahun. Betapa suka citanya ia,
betapa
cintanya ia kepada anak semata wayang-nya tersebut. Dan
kini, tiba-tiba
ia diperintah untuk menyembelihnya!.
"Sungguh ini benar-benar ujian yang berat!" (QS.
Ash-Shafat:106).
Namun kesadaran imaninya segera bangkit. Ini adalah ujian mahabbah
(kecintaan). Mana yang lebih dicintai: Allah-kah, atau
anaknya? Dan
sejarah membuktikan, Ibrahim as lebih mencintai Allah daripada
anaknya.
Begitulah sebagian dari ujian-ujian berat yang diberikan
Allah swt
kepada Ibrahim as. Ia menyelesaikan seluruh tugas dan ujian
tersebut
dengan sangat baik, dengan didasari sikap ketunduk-patuhan,
ketaatan,
dan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah. Keberhasilannya
menjalani
ujian-ujian berat tadi ternyata sebagai sebuah proses
penyaringan yang
dilakukan Allah, sebelum mengangkatnya menjadi pemimpin para
nabi, dan
pemimpin umat manusia.
"Dan ketika Tuhannya menguji Ibrahim dengan berbagai
perintah, Ia
menyelesaikannya dengan sempurna. Allah pun berfirman,
"Sesungguhnya,
Aku ingin menjadikanmu sebagai pemimpin manusia."
Ibrahim berkata,
"Mohon keturunanku pun juga." Allah menjawab,
"(Baik, tetapi) janji-Ku
ini tidak berlaku bagi (keturunanmu) yang zhalim." (QS.
Al-Baqarah:124)
"Dan sungguh Ibrahim telah menjadi orang terpilih di
dunia ini, dan di
akhirat pun ia akan masuk golongan orang-orang shalih. Manakala
Tuhannya memerintahkan untuk, "Tunduk patuh!", ia
pun menjawab, "Aku
tunduk dan patuh kepada Rabb semesta alam." (QS.
Al-Baqarah:131).
Berkorban adalah tradisi universal yang dikenal oleh seluruh
umat
manusia dari bangsa mana pun. Telah menjadi rumusan tidak
tertulis yang
disepakati manusia, bahwa semakin besar pengorbanan
seseorang atau suatu
kaum, semakin besar pula peluang untuk meraih keberhasilan
dan
kesuksesan. Bentuk pengorbanan itu beragam, dari mulai
tenaga, fikiran,
waktu, materi, perasaan, hingga jiwa.
Apa yang kita saksikan di tengah-tengah masyarakat yang
mayoritas muslim
ini? Egoisme dan kebakhilan telah melanda hampir sebagian
besar manusia.
Fenomena ketamakan akan harta dan kekuasaan muncul secara
vulgar. Untuk
memperoleh itu semua, mereka menghalalkan segala cara.
Korupsi, kolusi
dan represi menjadi tradisi. Krisis moral seperti inilah
sebenarnya
penyebab utama munculnya krisis ekonomi yang melahirkan
krisis
multidimensional.
Banyak memang orang yang berkorban, baik di kalangan rakyat
maupun
pejabat. Namun sayang, sebagian dari mereka berkorban hanya
sekedar demi
membangun citra sebagai seorang dermawan. Berkorban demi
untuk menutupi
kekayaan yang diperolehnya secara tidak wajar. Apakah artinya
seekor
atau dua ekor sapi, jika dibandingkan dengan jutaan atau
bahkan miliaran
dolar US dalam bentuk asset perusahaan atau yang tersimpan
dalam
rekening Bank di dalam maupun Luar negeri, yang diperolehnya
melalui
jalan yang tidak halal?
Ingatlah, semakin kita egois dan bakhil, semakin kita pelit
untuk
berinfaq di jalan Allah, semakin kita enggan berkorban, maka
Allah tidak
akan mengentaskan kita dari musibah besar ini. Semakin kita
cepat
menyadari kesalahan dan kekhilafan, dan segera mengembalikan
harta yang
bukan hak kita, semakin cepat pula kita keluar dari kemelut
dan krisis
ini.
Kelima: Bertawakkal, Bertaubat, dan Memohon Pertolongan
Allah.
Umumnya para pemimpin di mana pun merasa mampu menyelesaikan
problematika bangsanya dengan mengandalkan kemampuan
manajerialnya dan
kepakaran para staffnya. Mereka bersikap angkuh dan merasa
besar untuk
mengakui kelemahan dan kekurangannya. Mereka tidak mau
mengakui
kesalahan dan dosa-dosa yang pernah dibuatnya. Mereka enggan
untuk
bertaubat, beristighfar, dan meminta ampun kepada Allah atas
segala dosa
dan maksiat yang telah dilakukannya. Bahkan merasa malu
untuk meminta
pertolongan Allah, karena hal ini dinilai tidak logis dan
tidak ilmiah.
Mereka merasa lebih bergengsi meminta pertolongan kepada
bangsa-bangsa
lain, walaupun bangsa tersebut ternyata malah
menjerumuskannya. Mereka
lebih merasa terhormat meminta bantuan kepada Bank Bunia
atau IMF -dan
untuk itu rela untuk didikte bangsa lain-, daripada meminta
bantuan
kepada Allah 'Azza wa Jalla.
Tetapi Ibrahim as, seorang pemimpin besar yang selalu sukses
menyelesaikan permasalahannya, tidak pernah terbersit dalam
hatinya
perasaan hebat, tinggi, arogan, dalam menilai dirinya. Ia
justru merasa
kecil dan lemah di hadapan Allah Yang Maha Besar. Oleh
karenanya,
setelah ia berusaha sekuat tenaga dan kemampuannya, ia lalu
bertawakkal
kepada Allah, menyerahkan semua urusannya kepada Yang Maha
Hebat. Ia pun
senantiasa bertaubat, memohon ampun atas segala kekhilafan
dan kesalahan
dalam sikap dan perbuatan, dan ia tidak pernah meminta
bantuan kepada
siapa pun kecuali kepada Allah Yang Maha Mulia dan Perkasa.
Simaklah do'a Ibrahim as ketika tengah menghadapi
permasalahan besar:
???????? ???????? ???????????? ?????????? ?????????
??????????
??????????(4) ???????? ??? ??????????? ???????? ??????????
????????
????????? ????? ???????? ??????? ?????? ??????????
??????????(5)
"Ya Allah, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal,
hanya kepada
Engkaulah kami bertaubat, dan hanya kepada Engkaulah kami
kembali. Ya
Allah, ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran
fitnah bagi
orang-orang kafir. Ampunilah kami, wahai Tuhan kami.
Sesungguhnya
Engkau, hanya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana." (QS.
Al-Mumtahanah:4-5).
Demikianlah Ibrahim as, adalah sosok pemimpin sejati.
Keberhasilannya
mengemban amanah Allah sampai diabadikan di dalam Al-Qur'an,
dan bahkan
peristiwa-peristiwa penting yang dialami diri dan
keluarganya, dijadikan
Allah sebagai syari'at haji, agar seluruh umat manusia
sesudahnya selalu
mengenang kisah kesetiaan, kepatuhan dan ketaatan seorang
hamba Allah
kepada Rabb-nya,
hingga Hari Akhir.
Mudah-mudahan kita semua bisa mengambil pelajaran
sebanyak-banyaknya
dari kehidupan nabi Ibrahim as dan keluarganya.
Hadirin, jama'ah shalat 'Idul Adhha yang dirahmati Allah,
Pada penutup khutbah di hari yang mulia ini kita perlu
menundukkan
kepala dengan kepasrahan dan kerendahan hati dan
mengingat-ingat kembali
keadaan diri kita, apakah yang telah kita perbuat bagi diri
kita,
keluarga kita umat kita dan agama kita. Berapa besar-kah
kecintaan kita
kepada pemimpin dan pembimbing kita Muhammad saw, betapa
besarkah
penghargaan kita kepada syari'at-Nya, kepada Ramadhan yang
setiap tahun
menemui kita? Jika kita cinta Allah dan Rasulullah,
menghargai syari'at
dan perintah Nya, maka kita perlu merenung apa bukti semua
itu. Berapa
banyak harta yang kita keluarkan, berapa banyak tenaga yang
kita
pertaruhkan, berapa banyak pikiran yang kita curahkan,
berapa banyak
keringat yang kita teteskan dan berapa banyak darah yang
kita tumpahkan
bagi Islam?
Untuk itu marilah kita berdo'a memohon ampunan Allah atas
segala
kelemahan dan kealpaan kita.
Ya Allah, kami menyadari sesungguhnya telah datang kepada
kami
Rasul-rasul-Mu yang menyeru kami kepada keislaman, keimanan,
dan
keistiqamahan. Maka mudahkanlah bagi kami curahan hidayah-Mu sehingga
kami mampu menjawab seruan itu dengan kata, perbuatan dan
perjuangan.
Ya Allah, teguhkanlah dan kuatkanlah hati kami sehingga kami
tak mudah
tergoda oleh bisikan was-was syaitan yang menyebabkan
goyahnya keimanan
kami. Ya Allah, kami menyadari bahwa kelemahan telah membuat
kami
berlaku zhalim kepada diri sendiri dan bahkan mungkin kepada
orang lain.
Karenanya ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dan
hapuskanlah
kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami, ya Allah,
berserta
orang-orang yang berbakti kepada-Mu.
Ya Allah, kami menyadari betapa beratnya perjuangan
menegakkan
agama-Mu, menegakkan kalimat-Mu, mengibarkan panji-panji-Mu.
Betapa
banyak tantangan yang menghadang. Karenanya betapa banyak
pula pekerjaan
yang seharusnya kami lakukan. Tetapi ya Allah, apa yang kami
perbuat
hingga hari ini ? Karenanya ya Allah, wahai Tuhan kami,
janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau tersalah.
Ya Allah, wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada
kami beban
yang berat, sebagaimana yang Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum
kami. Ya Allah, ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa
yang tak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah
kami,
rahmatilah kami. Hanya Engkau, ya Allah, hanya Engkau,
penolong kami.
Maka tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir.
Ya Allah, tunjukkanlah pada kami yang benar itu benar, dan berikanlah
kepada kami kesanggupan untuk mengikutinya. Tunjukkanlah
kepada kami
yang salah itu salah, dan berikanlah kepada kami kekuatan
dan kemampuan
untuk menghindari dan menyingkirkannya.
Ya Allah, jadikanlah kami sebagai anak-anak yang shalih yang
berbakti
kepada orang tua. Orang tua kami telah bersusah payah
membesarkan kami
sejak kami dalam kandungan hingga kami dewasa. Mereka
melakukan itu
karena memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Karena itu ya Allah,
ampunilah
segala kesalahan dan dosa kedua orang tua kami, sayangilah
mereka ya
Allah, sebagaimana mereka telah menyayangi kami ketika kami
dalam asuhan
dan bimbingannya.
Ya Allah, tak ada sesuatu yang bisa kami balaskan bagi jerih
payah
kedua orang tua kami selain do'a ini. Ya Allah, kami juga
bersyukur
telah Engkau beri kami amanah pasangan hidup dan anak-anak.
Namun kami
mengakui belum banyak yang bisa kami tunaikan tugas-tugas
kami dalam
memikul amanah itu. Oleh karena itu, tolonglah kami ya
Allah, bantulah
kami dari kelemahan-kelemahan itu, janganlah pasangan hidup
dan
anak-anak kami menjadi fitnah bagi kami, baik di dunia ini
dan di
akhirat kelak. Jadikanlah mereka sebagai perhiasan dan
penyejuk hati
yang dapat mengokohkan keimanan kami.
Ya Allah, ampunilah dosa saudara-saudara kami seiman dan
seperjuangan,
dan dosa-dosa kaum muslimin dan muslimat. Janganlah Engkau
biarkan
tumbuh di hati kami rasa hasad, dengki, dendam, permusuhan
dan
perselisihan terhadap saudara-saudara kami. Ya Allah,
jadikanlah
hati-hati kami dan saudara kami berkumpul atas dasar
mahabbah dan
kecintaan kepada-Mu, bertemu atas dasar ketaatan kepada-Mu,
bersatu di
jalan da'wah dan perjuangan menegakkan agama-Mu, berpadu
dalam
menegakkan syari'at-Mu.
Ya Allah, kokohkanlah ikatan persaudaraan Islam di antara
kami,
kekalkanlah cintanya, tunjukkanlah jalan-jalannya, penuhilah
dengan
sinar-Mu yang tak pernah padam, dengan curahan keimanan
kepada-Mu,
hiasilah dengan ketawakkalan kepada-Mu, hidupkanlah hati
kami dengan
ma'rifah kepada-Mu dan matikanlah kami sebagai syahid di
jalan-Mu.
Rabbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanah, wa fil-aakhirati
hasanah waqinaa
'adzaaban-naar. Subhaana Rabbika Rabbil 'Izzati amma
yasifuun wasalaamun
'alal-Mursaliin wal hamdu lillaahi Rabbil 'Aalamiin.
"Ya Rabbi, tunjukilah aku buat mensyukuri ni'mat
Engkau, yang telah
Engkau berikan kepada ku dan kepada kedua orang tua ku dan
supaya aku
kerjakan amalan shalih yang Engkau sukai dan perbaikilah
bagi ku
keturunan ku, sesungguhnya aku bertobat kepada Mu dan aku termasuk
orang-orang Islam" (QS.Al Ahqaf:15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar